Monday 30 November 2015

Palestina dalam Sejarah Indonesia


 



#PROKLAMASI, Soekarno-Hatta boleh saja memproklamasikan kemerdekaan RI de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi perlu diingat bahwa untuk berdiri (de jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Pada poin ini kita tertolong fengan adanya pengakuan dari tokoh-tokoh Timur Tengah, sehingga Negara Indonesia bisa berdaulat
Palestina dan Mesir adalah dua Negara yang pertama kali mengakui kedaulatan Indonesia. Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin AL-Husaini (mufti besar Palestina) secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ mufti besar Palestina Amin Al-Husaini (beliau melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islam, bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya itu, bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Soekarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI.
Seperti dikutip dalam buku “Diploma Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan Lc. Buku ini diberi kata sambutan oleh Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden Pertama RI), M. Natsir (mantan Perdana Mentri RI), Adam Malik (Mentri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan), dan Jenderal (Besar) A.H. Nasution. M. Zein Hassan Lc. Lt. Sebagai pelauku sejarah, menyatakan dalam bukunya pada hal 40, menjelaskan tentang peran serta opini dan dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara-negara lain belum berani untuk memutuskan sikapp.
Tersebutlah sorang Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia Muhammad Ali Taher. Beliau adalah seorang saudagar kaya Palestina yang spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia..”
Demikianlah segelintir atas jasa Palestina terhadap kemerdekaan Bangsa Indonesia. Kemudia timbuk pertanyaan, Kenapa Palestina mau menolong Indonesia? Jawabannya hanya satu kata, yaitu Islam. Karena Islam. Karena rakyat Indonesia adalah komunitas muslim yang sudah dikenal sejak lama. Negara timur tengahpun mengetahui bahwa di Asia Tenggara terdapat komunitas Muslim yang cukup besar, sehingga mereka tergugah untuk ikut andil membantu perjuangan saudara mereka seiman. Sebagaimana Indonesia dikenal sebagai Negara melayu yang berpegang pada ajaran Rasulullah SAW. Kedekatan iman inilah yang mengikat hati rakyat Palestina untuk mau menolong rakyat Indonesia pada saat itu. Kenyataan itu sekarang malah berbalik memedihkan.  Ketika rakyat Indonesia hanya diam melihat saudara-saudaranya dibantai di tanah kelahiran mereka sendiri. Sungguh ironis, ketika dahulu bangsa kita yang ditindas oleh penjajah Belanda ditolong oleh sebuah bangsa yang tidak ada kedekatan geografis, politis atau hubungan apapun yang kemudian dengan rela menolong bangsa Indonesia yang baru merdeka tersebut.

Saturday 21 November 2015

Totalitas Perjuangan


Totalitas Perjuangan
 
 
 
Mengarungi samudra kehidupan kita ibarat para pengembara
Hidup ini adalah perjuangan tiada masa tuk berpangku tangan
Setiap tetes peluh dan darah tak akan sirna ditelan masa
Segores luka di jalan Allah akan memberi saksi pengorbanan
.........
Allah adalah tujuan kami Rasulullah teladan kami
Al-Qur’an pedoman hidup kami
Jihad adalah jalan juang kami
Mati di jalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi

Ikhwah fillah, dalam mengarungi samudera dakwah ini, satu hal yang pasti adalah banyaknya ujian dan cobaan yang seakan tidak akan pernah berhenti mengiringi setiap jejak langkah ini. Ada juga bisikan-bisikan, yang mengajak kita berhenti dan mundur dari jalan ini atau bahkan berbalik menyerang jalan dakwah ini.
Seperti inilah dakwah. Inilah yang dahulu dirasakan juga oleh Rasulullah dan para sahabatnya di masa-masa awal kedatangan Islam. Penyiksaan. Pembunuhan. Boikot. Cacian dan makian. Setiap hari setiap kali mengiringi jalan dakwah Islam.
Namun, itu semua tidak membuat langkah terhenti, tidak membuat berbalik dan memilih untuk kembali, meski mereka disiksa, meski keluarga mereka dibunuh di hadapan mereka, meski mereka harus mengalami cacian, hujatan, dan fitnah yang menyiksa batin, mereka tetap berada dalam dakwah Islam.
Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari awal dakwah Rasulullah, sehingga melahirkan totalitas yang tinggi dalam dakwahnya dan membuat para sahabat memiliki totalitas yang sama dalam mempertahankan agama dan keyakinannya.
Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan.
Inilah yang dilakukan oleh Muhammad Saw sebelum beliau diutus oleh Allah, dan oleh Nabi-Nabi sebelum beliau, yakni tahannuts atau melakukan penyendirian, merenung dan memikirkan permasalahan di sekitar atau di lingkungan mereka. Proses perenungan ini yang kemudian melahirkan kepekaan yang tinggi dan semangat untuk mengubah keadaan suatu kaum. Proses ini juga melahirkan kekuatan ruhiyah yang tinggi yang dibutuhkan setiap aktivis dakwah dalam agenda-agenda dakwah dan tarbiyahnya.
Ya! Inilah hakikat dakwah itu sendiri, yaitu memperbaiki diri dan umat. Untuk itu kita harus melakukan proses perenungan terhadap berbagai masalah umat ini, mulai dari masalah anak-anak sampai dewasa dan orang tua, tergantung lahan dakwah masing-masing.
Lihatlah kondisi lingkungan kita, di masyarakat atau tetangga misalnya, banyak remaja pengangguran, perokok, peminum, kekerasan rumah tangga, dll, lihatlah mereka sebagai kesempatan untuk mendapat banyak pahala, bukan halangan atau ancaman. Karena mereka adalah mad’u kita di masyarakat, kantong-kantong pahala kita di akhirat.
Melanjutkan generasi dan kaderisasi sebelumnya
Seorang akh ditanya tentang totalitas, apa yang membuat dirinya bisa total dalam dakwah. Kemudian, jawabnya adalah karena saya adalah produk kaderisasi dakwah ini, maka saya juga harus melanjutkan kaderisasi dakwah ini.
Keinginan untuk melanjutkan cita-cita dan visi generasi sebelumnya adalah tabiat dan jalan dakwah yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul.
Kita tentunya pernah mendapatkan atau melalui proses ini, saat sekolah, kuliah bahkan saat kerja dan menjelang pensiun pun, kita tentu mendapatkannya. Dakwah adalah proses perbaikan secara terus menerus, sambung menyambung dari berbagai generasi, jika satu rantai terputus, akan sulit untuk mencapai cita-cita dakwah ini. Maka diperlukan regenerasi. Dan saat inilah, kitalah yang akan menyambungnya, menjadi bagian dari alur kemenangan dakwah ini.
Menciptakan lingkungan pendukung sebagai perisai dakwah
Abu Bakar Ash-Shidiq, Abdurrahman bin auf, bilal bin rabah, Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya di masa awal dakwah Islam menjadi pendukung dan perisai terbaik dalam dakwah Islam di masa itu. Berbagai karakter, keahlian dan kekuatan mereka telah mampu menyebarkan dan memberikan kekuatan dalam dakwah Islam.
Dakwah di era sekarang pun, kita harus memiliki lingkungan atau teman yang saling menguatkan, dengan karakter-karakter yang berbeda.
Ketika kita butuh semangat untuk menghafal Qur’an, maka kita butuh seorang teman penghafal Qur’an. Ketika kita butuh semangat dalam dakwah ini, maka perbanyaklah teman yang memiliki semangat yang tinggi dalam agenda-agenda dakwah ini. Teman yang tidak hanya kuat secara ruhiyah tetapi juga secara jasadiyah. Kita butuh perisai dan pendukung agar dakwah ini mampu menyebar dan menghasilkan manusia-manusia yang Islam tersemai kuat di hatinya. Dan sebaik-baik pelindung adalah Allah swt.

Mari perbaharui ruhiyah kita, dan lihatlah kondisi sekitar kita. Siapa yang akan memperbaikinya? Jawabannya adalah KITA!
Karena kita adalah dai sebelum menjadi apapun!
Karena kita adalah umat terbaik di setiap lembar kehidupan!
Karena kita adalah pemain bukan penonton!
Dan karena kita berada dalam rombongan para pejuang!
Dakwah tak anak mati, tapi kita akan mati
Kita akan mati sebagai pengemban Dakwah atau Mati sebagai beban bagi Dakwah?
Bergerak, dan terus bergerak, untuk kebangkitan Dakwah