Judul Buku : Laskar
Pelangi
Nama Pengarang : Andrea Hirata
Penerbit : Klub Sastra
Bentang
Tebal Buku : xiv
Cetakan : Cetakan
ke tujuhbelas, Januari 2008
A.
Ringkasan
Ringkasan Novel LASKAR PELANGI
Tentang Sebuah SD Kampung.
Ini adalah novel pertama dari Andrea Hirata. Andrea Hirata berasal dari
Belitong. Dan novel ini kabarnya adalah memoar masa kecilnya dan semua
pelakunya adalah nyata. Laskar Pelangi adalah teman-teman masa kecilnya saat
bersekolah di sekolah kampung yang miskin di Belitong. Tapi tidak disebutkan
secara eksplisit dalam novel ini oleh Andrea Hirata bahwa ini adalah kisah
nyata.
Laskar Pelangi adalah sosok teladan, selama kita juga mau peduli dengan
keadaan sekitar. Seperti pelangi yang hadir selepas hujan. Diangkat dari kisah
nyata yang dialami oleh penulis sendiri, buku “Laskar Pelangi” menceritakan
kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu yang sangat
miskin Belitung. Anak orang-orang ‘kecil’ ini mencoba memperbaiki masa depan
dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di sebuah lembaga pendidikan yang
puritan.
Bersebelahan dengan sebuah lembaga pendidikan yang dikelola dan
difasilitasi begitu modern pada masanya,Namanya SD Muhammadiyah sekolah penulis
ini, tampak begitu kumuh dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah
(Perusahaan Negara Timah). Mereka, para narative Belitung ini tersudut dalam
ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah
gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Cerita ini terjadi di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur.
Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Departemen
pendidikan kabupaten Sumatra Selatan jikalau tidak mencapai siswabaru sejumlah
10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi
tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato untuk menutup
sekolah, akan tetapi ternyata ada seorang anak dan ibunya yang bernama Harun
dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.
Jika tak ada Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan
mental, yang disekolahkan oleh ibunya agar tidak cuma mengejar anak ayam di
rumah, tentu tidak pernah terjadi kisah ini. Ikal tidak akan pernah bertemu,
berteman satu kelas dengan Lintang, Mahar, Syahdan, A Kiong, Kucai, Borek alias
Samson, Sahara, Trapani, dan Harun. Tidak akan pernah bertemu Bu Muslimah, guru
penuh kasih namun penuh komitmen untuk mencerdaskan anak didiknya. Dan tidak
akan pernah ada Laskar Pelangi, yang di musim hujan selalu melakukan ritual
melihat pelangi sore hari dengan bertengger di dahan-dahan pohon filicium yang
ada di depan kelas mereka.
Akan tetapi Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah
yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru yaitu Bapak
Harfan Efendy Noor dan Ibu Muslimah Hafsari, seorang kepala sekolah yang sudah
tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang
juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan
terseok-seok.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas
marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah kumuh, ruang kelas beralas tanah,
beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan
ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu
menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras-sehingga para guru
itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah
mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Mulai dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat
duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di
mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru
mereka, Bu Mus. Dan kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua
kelas yang diprotes keras oleh Kucai, dan ada kejadian ditemukannya bakat luar
biasa Mahar.
Pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang
mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah untuk mencari ilmu
di sekolah itu. Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di
sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya
terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu
guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil
mengambil hati sepuluh anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesepuluh
anak-anak marjinal yang tadinya agar percaya diri, berani berkompetisi, agar
menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam
hidup ini. Mereka mengajari kesepuluh muridnya agar tegar, tekun, tak mudah
menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun.
Ternyata Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga
menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat
beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan
mereka amat menyayangi kesepuluh muridnya. Kedua guru miskin itu memberi
julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Ada lagi keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah
satu laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan
keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi
(Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas cermat pada
karnaval 17 Agustus mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri
lainnya. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Lalu hal yang tidak diduga oleh seluruh anak Laskar Pelangi ternyata ada
seorang anak dari sekolah PN yang inggin sekolah di sekolah Muhamaddiyah
itu.Dan sekarang anggota Laskar Pelangi menjadi sebelas orang dan kawanan ini,
tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah itu
Laskar Pelangi mengarungi hari-hari dengan tertawa dan menangis bersama.
ketika Lintang, siswa paling jenius itu harus berhenti sekolah padahal cuma
tinggal satu tahun lagi menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak
laki-laki tertua di keluarganya yang harus menghidupi keluarga sebab ketika itu
ayahnya meninggal dunia.
Justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan cara
mengekploitasi tanah leluhurnya. Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah
itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri
tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak
Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi.
Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang
anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi
research and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling
penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian
melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan
predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris. Semua
itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh
Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah
keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Banyak hal-hal inspiratif yang dimunculkan oleh novel ini. Novel ini
memberikan contoh dan untuk membukakan hati. Novel ini memperlihatkan
bahwa di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan,
keterbatasan bukanlah kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu memiliki
definisi dan dimensi yang sangat luas.
Paling tidak laskar pelangi dan sekolah miskin Muhamaddiyah menunjukkan
bahwa pendidikan yang hebat sama sekali tak berhubungan dengan fasilitas.
Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu kita bahwa bahwa guru benar-benar
seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
B.
Unsur Intrinsik
·
Penokohan
1. Bapak Harfan Efendy Noor : Bijaksana, bersahaja, pantang menyerah,
dedikasi tinggi terhadap pendidikan.
2. Ibu Muslimah Hafsari : Gigih dalam mengajar, sabar, baik
hati.
3. Ikal(Tokoh Utama) : Lumayan pandai (Peringkat 2
masalahnya), tidak mudah putus asa, bersemangat,
4. Lintang : Paling Pintar (Peringkat
pertama terus J), murah Ilmu.
5. Mahar : Seniman, mengemari dongeng,
6. Syahdan : Setia terhadap ikal?? (selalu
menemani Ikal, membeli kapur).
7. A Kiong : Naif, wajahnya horor, hatinya
baik luar biasa.
8. Kucai : ketua kelas, calon politikus.
9. Borek (samson) : Tergila-gila dengan
cowok macho.
10.
Sahara : Ramping,
berjilbab, tompramental, pantang berbohong.
11.
Trapaini : Tampan, rapi,
lumayan pintar (peringkat ke3), Pendiam,
12.
Harun : Tertua (15 th
masuk Sd -_-), mengidap keterbelakangan mental, murah senyum,
Tokoh
Pembantu : A Ling (Cinta Pertama Ikal , Flo (murid pindahan sekolah PN)
·
Sudut
Pandang
Orang keTiga
serba tahu.
·
Tema
Tema Novel
“Laskar Pelangi” adalah pendidikan namun temanya juga di isi tema persahabatan.
·
Latar
1. Latar Waktu
Masa kecil
sampai dewasa.
2. Latar Tempat
SD
Muhammadiyah yang terletak didesa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur,
Sumatra Selatan.
3. Latar Suasana
ü Sedih. Pengalan cerita yang
mengambarkan saat Ikal dkk berpisah dengan Lintang yang memeutuskan berhenti
sekolah karena ditinggal mati ayahnya.
ü Senanag. Pengalan yang mengambarkan
saat Tim Cerdas Cermat Muhammadiyah memenangkan Pertandingan LCC.
ü Cemas. Pengalan cerita yang
mengambarkan saat menuggu pelengkap murid ke10 (awal novel).
·
Alur
Alur maju
karena pada novel ini menceritakan kejadian masa kecil hingga masa depan.
·
Amanat
v Jangan putus asa. Keadaan boleh saja serba
kekurangan, namun kekurangan janganlah menjadi alasan untuk tidak berusaha.
v Sebagai guru haruslah dengan ikhlas mengajar
dan berdedikasi tinggi terhadap pendidikan.
C. Unsur Ekstrinsik
Ø Kepengarangan
Novel Laskar
Pelangi ini mempunyai bahasa yang bisa memberikan kita semangat dalam hidup.
Novel ini juga berisi tentang pelajaran Sejarah, Kimia, Fisika, dll sesuai
kegemaran Andrea Hirata.
Ø Sosial Budaya
-
Chiong Si Ku
atau sembahyang rebut diadakan setiap tahun. Sebuah acara semarak dimana
seluruh warga Tiong hoa berkumpul.
D. Kutipan Terhebat
Namun sekali ia memegang buku, terbanglah ia
meninggalkan gubuk doyong berdinding kulit itu. Belajar adalah hiburan yang
membuatnya lupa pada seluruh penat dan kesulitan hidup. Buku baginya adalah
obat sumur kehidupan yang airnya selalu memberi kekuatan baru agar ia mampu
mengayuh sepeda menantang angin setiap hari.