Wednesday 10 February 2016

Hati Membatu..

MENGAPA HATI MEMBATU?



Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Bada’i al-Fawa’id [3/743], “Tatkala mata telah mengalami kekeringan disebabkan tidak pernah menangis karena takut kepada Allah ta’ala, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar terlindung dari hati yang tidak khusyu’, sebagaimana terdapat dalam hadits, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari hawa nafsu yang tidak pernah merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim [2722]).

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu? Apakah keselamatan itu?”. Maka Nabi menjawab, “Tahanlah lisanmu, hendaknya rumah terasa luas untukmu, dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu.” (HR. Tirmidzi [2406], dia mengatakan; hadits hasan. Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib [2741]).

Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah mengatakan [al-Bidayah wa an-Nihayah, 10/256], “Segala sesuatu memiliki ciri, sedangkan ciri orang yang dibiarkan binasa adalah tidak bisa menangis karena takut kepada Allah.”

Di antara sebab kerasnya hati adalah:
* Berlebihan dalam berbicara
* Melakukan kemaksiatan atau tidak menunaikan kewajiban
* Terlalu banyak tertawa
* Terlalu banyak makan
* Banyak berbuat dosa
* Berteman dengan orang-orang yang jelek agamanya

Agar hati yang keras menjadi lembut
Disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim di dalam al-Wabil as-Shayyib [hal.99] bahwa suatu ketika ada seorang lelaki yang berkata kepada Hasan al-Bashri, “Wahai Abu Sa’id! Aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka Beliau menjawab, “Lembutkanlah hatimu dengan berdzikir.”

Sebab-sebab agar hati menjadi lembut dan mudah menangis karena Allah antara lain :
* Mengenal Allah melalui nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya
* Membaca al-Qur’an dan merenungi kandungan maknanya
* Banyak berdzikir kepada Allah
* Memperbanyak ketaatan
* Mengingat kematian, menyaksikan orang yang sedang di ambang kematian atau melihat jenazah orang
* Mengkonsumsi makanan yang halal
* Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat
* Sering mendengarkan nasehat
* Mengingat kengerian hari kiamat, sedikitnya bekal kita dan merasa takut kepada Allah
* Meneteskan air mata ketika berziarah kubur
* Mengambil pelajaran dari kejadian di dunia seperti melihat api lalu teringat akan neraka
* Berdoa
* Memaksa diri agar bisa menangis di kala sendiri
[diringkas dari al-Buka' min Khas-yatillah, hal. 18-33 karya Ihsan bin Muhammad al-'Utaibi]

Tidak mengamalkan ilmu, sebab hati menjadi keras
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Disebabkan tindakan (ahli kitab) membatalkan ikatan perjanjian mereka, maka Kami pun melaknat mereka, dan Kami jadikan keras hati mereka. Mereka menyelewengkan kata-kata (ayat-ayat) dari tempat (makna) yang semestinya, dan mereka juga telah melupakan sebagian besar peringatan yang diberikan kepadanya.” (QS. Al-Maa’idah : 13).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa kerasnya hati ini termasuk hukuman paling parah yang menimpa manusia (akibat dosanya). Ayat-ayat dan peringatan tidak lagi bermanfaat baginya. Dia tidak merasa takut melakukan kejelekan, dan tidak terpacu melakukan kebaikan, sehingga petunjuk (ilmu) yang sampai kepadanya bukannya menambah baik justru semakin menambah buruk keadaannya (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 225)

12 Tanda Hati Yang Mati dan Membatu
1. "Tarkush sholah" Berani meninggalkan sholat fardhu.
2. "Adzdzanbu bil farhi" Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar (QS 7:3)
3. "Karhul Qur'an" Tidak mau membaca bahkan menjauh dengan ayat-ayat Al Qur'an
4. "Hubbul Ma'asyi" terus menerus dalam maksiat
5. "Asikhru" sibuknya hanya mempergunjing, buruk sangka dan merasa dirinya paling suci
6. "Ghodbul Ulamai" sangat benci dengan nasihat baik dan ulama
7. "Qolbul Hajari" Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, siksa kubur dan akhirat
8. "Himmatuhul Buthnu" gilanya pada dunia tanpa peduli halal dan haram
9. "Anaaniyyun" sama sekali masa bodo dengan keadaan orang lain yang memerlukan bantuan
10. "Al Intiqoom" pendendam yang hebat
11. "Al Bukhlu" kikir, pelit, bakhil
12. "Ghodbanuun" cepat marah karena keangkuhan dan dengki

Mudah-mudahan renungan ini bermanfaat..

Tuesday 9 February 2016

Nafsu




Nafsu ibarat air yang yang mengalir ke perahu kita, terlihat jernih dan menyejukan. namun jika kita biarkan mengisi perahu, kita akan tenggelam dan membahayakan.

Mengikuti hawa nafsu memang menyenangkan. karena dia terlihat dengan kemasan yang selalu menarik sehingga membuat hati ini merasa senang.

Memang, tak semua nafsu berdampak negatif ada juga nafsu yang positif. Oleh karenanya nafsu tidak boleh di bunuh sepenuhnya. namun dikendalikan. Sehingga tidak membahayakan.

Kenapa nafsu bisa berbahaya?

Karena jika kita ikuti maunya, tidak akan ada habisnya. lagi dan lagi. dan akan terus menuntutmu lagi.

Semakin kita turuti nafsu, semakin sulit untuk kita kendalikan.

Jika nafsu semakin sulit dikendalikan, dia akan berbalik mengendalikanmu. Seluruh pergerakan dan hatimu akan mengikuti nafsu ketimbang akal.

Karena jika seseorang manusia sudah dikuasai oleh nafsunya, maka sifat kemanusiaannya akan lenyap. akal dan pikirannya tidak berfungsi.

Penglihatan, pendengaran dan hati nurani akan terhalang oleh nafsu yang menguasainya.

Mungkin dia tidak akan terlihat seperti manusia lagi. sifatnya akan berubah seperti binatang yang memang tidak diberikan akal dan pikiran.

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (Al A'Raf : 179).