Asal usul desa Seloromo
Di sebuah daerah gunung lawu,
hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan
pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya
yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia
tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu mancari burung di hutan
. “Mudah-mudahan hari ini aku mendapat burung yang besar, agar bisa ku santap
untuk makan malam, stelah panenku tidak mencukupi kebutuhanku semoga aku
mendapat burung itu K ” gumam petani tersebut dalam hati.
Beberapa saat setelah masuk hutan,
petani itu melihat seekor burung yang indah. Dengan diam-diam petani itu
berhasil menangkap burung tersebut. Ia
takjub melihat warna bulu burung
yang meiliki warna yang lebih indah dari pada pelangi. Bulu burung itu
berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol
memancarkan kilatan yang menakjubkan.
“Tunggu, aku jangan dibunuh!
Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi membunuhku.”guman burung itu gemetar ketakutan.
Petani tersebut terkejut
mendengar suara burung itu. Karena keterkejutannya, golok yang dia pegang jatuh ke tanah. Kemudian
tidak berapa lama, burung itu berubah wujud menjadi seorang
gadis yang cantik jelita.
“Bermimpikah aku?,” gumam petani yang terkejut melihat burung itu
berubah gadis yang cantik.
“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku
sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,”
kata gadis itu.
“Namaku Puteri, aku
tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani
itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
Namun, ada satu janji
yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul
Puteri dari seekor burung. Jika janji itu dilanggar maka akan
terjadi petaka dahsyat.Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa
melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut.
“Dia mungkin bidadari
yang turun dari langit,” gumam penduduk desa.
Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami
yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan
ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu
hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan
sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani.
“Aku tahu Petani itu
pasti memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya.
Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka
tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.Setahun kemudian,
kebahagiaan Petani dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang
bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka
lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi
anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran
kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan
bertiga dapat dimakannya sendiri.Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel
ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri
Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka.
“Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!”
kata Petani kepada istrinya.
“Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang
seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini
dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan
makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera
tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan
haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain
bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya.
“Anak tidak tau
diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak burung
!,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
Sang istri yang berada di dalam rumah yang mendengar
perkataan suaminya itu. Lalu ia menghampiri suaminya itu.
“ Suamiku
mengapa mengingkarri janjimu yang dulu itu, kamu sudah lupakahL ??” kata istri
itu dengan sedih.
“ Dasar ibu
burung, aku menyesal menikahimu, dasar burung sialan !!” ucap petani dengan
marah!!
“ Kalau itu
maumu, aku akan menuruttinya. Tapi kamu akan menyesal” kata sang istri sambil
menangis.
Setelah
perkataan istri suami itu. Sang istri dan anak petani itu pergi terbang
kelangit meninggalkan suami. Setelah sang istri pergi, sang suami berubah
menjadi batu yang paling besar di daerah itu. Semenjak itulah daerah itu
disebut desa Seloromo. Yang berati ayah batu, di beberapa malam sang istri
sering melihat sang suami yang membantu, kata orang – orang. Dari kejadian
itulah desa itu disebut Seloromo.
No comments:
Post a Comment